BAB XIII Pendidikan Kewarganegaraan (POLITIK DAN STRATEGI NASIONAL 3)
A.
OTONOMI
DAERAH
Pengertian
Otonomi Daerah
Istilah otonomi berasal dari bahasa Yunani autos
yang berarti sendiri dan namos yang berarti Undang-undang atau aturan. Dengan
demikian otonomi dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga sendiri (Bayu Suryaninrat; 1985).
Beberapa pendapat ahli yang dikutip Abdulrahman
(1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng Istianto,
mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur dan mengurus
rumah tangga daerah.
2. Ateng Syarifuddin,
mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi
bukan kemerdekaan. Kebebasan yang terbatas atau kemandirian itu terwujud
pemberian kesempatan yang harus dipertanggung jawabkan.
3. Syarif Saleh,
berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah
sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin
Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat
di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar
pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi
daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang
keberadaannya terpisah dengan otoritas yang diserahkan oleh pemerintah guna
mengalokasikan sumber sumber material yang substansial tentang fungsi-fungsi
yang berbeda.
Dengan otonomi daerah tersebut, menurut Mariun
(1979) bahwa dengan kebebasan yang dimiliki pemerintah daerah memungkinkan
untuk membuat inisiatif sendiri, mengelola dan mengoptimalkan sumber daya
daerah. Adanya kebebasan untuk berinisiatif merupakan suatu dasar pemberian
otonomi daerah, karena dasar pemberian otonomi daerah adalah dapat berbuat
sesuai dengan kebutuhan setempat.
Kebebasan yang terbatas atau kemandirian tersebut
adalah wujud kesempatan pemberian yang harus dipertanggungjawabkan. Dengan
demikian, hak dan kewajiban serta kebebasan bagi daerah untuk menyelenggarakan
urusan-urusannya sepanjang sanggup untuk melakukannya dan penekanannya lebih
bersifat otonomi yang luas. Pendapat tentang otonomi di atas, juga sejalan
dengan yang dikemukakan Vincent Lemius (1986) bahwa otonomi daerah merupakan
kebebasan untuk mengambil keputusan politik maupun administrasi, dengan tetap
menghormati peraturan perundang-undangan. Meskipun dalam otonomi daerah ada
kebebasan untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah, tetapi dalam
kebutuhan daerah senantiasa disesuaikan dengan kepentingan nasional, ditetapkan
dalam peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Terlepas dari itu pendapat beberapa ahli yang telah
dikemukakan di atas, dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 dinyatakan bahwa
otonomi daerah adalah kewenangan daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat
dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Beranjak dari rumusan di atas, dapat disimpulkan
bahwa otonomi daerah pada prinsipnya mempunyai tiga aspek, yaitu :
1. Aspek Hak dan
Kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
2. Aspek
kewajiban untuk tetap mengikuti peraturan dan ketentuan dari pemerintahan di
atasnya, serta tetap berada dalam satu kerangka pemerintahan nasional.
3. Aspek
kemandirian dalam pengelolaan keuangan baik dari biaya sebagai perlimpahan
kewenangan dan pelaksanaan kewajiban, juga terutama kemampuan menggali sumber
pembiayaan sendiri.
Yang dimaksud dengan hak dalam pengertian otonomi
adalah adanya kebebasan pemerintah daerah untuk mengatur rumah tangga, seperti
dalam bidang kebijaksanaan, pembiyaan serta perangkat pelaksanaannnya.
Sedangkan kewajban harus mendorong pelaksanaan pemerintah dan pembangunan
nasional. Selanjutnya wewenang adalah adanya kekuasaan pemerintah daerah untuk
berinisiatif sendiri, menetapkan kebijaksanaan sendiri, perencanaan sendiri
serta mengelola keuangan sendiri.
Dengan demikian, bila dikaji lebih jauh isi dan jiwa
undang-undang Nomor 23 Tahun 2004, maka otonomi daerah mempunyai arti bahwa
daerah harus mampu :
1. Berinisiatif
sendiri yaitu harus mampu menyusun dan melaksanakan kebijaksanaan sendiri.
2. Membuat
peraturan sendiri (PERDA) beserta peraturan pelaksanaannya.
3. Menggali
sumber-sumber keuangan sendiri.
4. Memiliki alat
pelaksana baik personil maupun sarana dan prasarananya.
Tujuan
dan Prinsip Otonomi Daerah
Tujuan dilaksanakannya otonomi daerah adalah :
1. mencegah pemusatan kekuasaan.
2. terciptanya pemerintahan yang efesien.
3. partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi
di daerah masing-masing.
Tujuan utama otonomi daerah adalah :
kesetaraan politik ( political equality ).
Tanggung jawab daerah ( local accountability ).
Kesadaran daerah ( local responsiveness )
Otonomi daerah sebagai salah satu bentuk
desentralisasi pemerintahan, pada hakekatnya bertujuan untuk memenuhi
kepentingan bangsa secara keseluruhan. Berdasarkan ide hakiki yang terkandung
dalam konsep otonomi, maka Sarundajang (2002) juga menegaskan tujuan pemberian
otonomi kepada daerah meliputi 4 aspek sebagai berikut :
Dari segi politik adalah mengikutsertakan,
menyalurkan aspirasi dan inspirasi masyarakat, baik untuk kepentingan daerah
sendiri, maupun untuk mendukung politik dan kebijakan nasional;
Dari segi manajemen pemerintahan, adalah untuk
meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan;
Dari segi kemasyarakatan, untuk meningkatkan
partisipasi serta menumbuhkan kemandirian masyarakat melalui upaya pemberdayaan
masyarakat untuk mandiri;
Dari segi ekonomi pembangunan, adalah untuk
melancarkan pelaksanaan program pembangunan guna tercapainya kesejahteraan
rakyat.
Prinsip otonomi daerah adalah :
1. untuk terciptanya efesiensi dan efektivitas
penyelenggaraan pemerintahan.
2. sebagai sarana pendidikan politik.
3. sebagai persiapan karier politik.
4. stabilitas politik.
5. kesetaraan politik.
6. akuntabilitas politik.
Dampak
Otonomi Daerah
A.Dampak Positif
Dampak
positif otonomi daerah adalah bahwa dengan otonomi daerah makapemerintah daerah
akan mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas lokalyang ada di
masyarakat. Berkurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusatmendapatkan
respon tinggi dari pemerintah daerah dalam menghadapi masalah yangberada di
daerahnya sendiri. Bahkan dana yang diperoleh lebih banyak daripada
yangdidapatkan melalui jalur birokrasi dari pemerintah pusat. Dana tersebut
memungkinkanpemerintah lokal mendorong pembangunan daerah serta membangun
program promosikebudayaan dan juga pariwisata.
B.Dampak Negatif
Dampak
negatif dari otonomi daerah adalah adanya kesempatan bagioknum-oknum di
pemerintah daerah untuk melakukan tindakan yang dapat merugikaNegara dan rakyat
seperti korupsi, kolusi dan nepotisme. Selain itu terkadang
adakebijakan-kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi Negara yang
dapat menimbulkan pertentangan antar daerah satu dengan daerah tetangganya,
atau bahkandaerah dengan Negara, seperti contoh pelaksanaan Undang-undang Anti
Pornografi ditingkat daerah. Hal tersebut dikarenakan dengan system otonomi
daerah maka pemerintahpusat akan lebih susah mengawasi jalannya pemerintahan di
daerah, selain itu karena memang dengan sistem.otonomi daerah membuat peranan
pemeritah pusat tidak begitu berarti.
Beberapa modus pejabat nakal dalam melakukan korupsi
dengan APBD :
1) Korupsi Pengadaan Barang Modus :
a. Penggelembungan (mark up)
nilai barang dan jasa dari harga pasar.
b. Kolusi dengan kontraktor
dalam proses tender.
2) Penghapusan barang inventaris dan aset
negara (tanah)
Modus
: Memboyong inventaris kantor untuk kepentingan pribadi, Menjual inventaris
kantor
untuk kepentingan
pribadi.
3) Pungli penerimaan pegawai, pembayaran gaji,
keniakan pangkat, pengurusan pensiun dan sebagainya.
Modus : Memungut biaya
tambahan di luar ketentuan resmi.
4) Pemotongan uang bantuan sosial dan subsidi
(sekolah, rumah ibadah, panti asuhan dan jompo)
Modus : Pemotongan
dana bantuan social, Biasanya dilakukan secara bertingkat (setiap meja).
5) Bantuan fiktif
Modus : Membuat surat
permohonan fiktif seolah-olah ada bantuan dari pemerintah ke pihak luar.
Pelaksanaan
Otonomi Daerah di Indonesia
Undang-undang No. 22 tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah merupakan salah satu wujud politik dan
startegi nasional secara teoritis telah memberikan dua bentuk otonomi kepada
dua daerah, yaitu :
1. Otonomi terbatas kepada daerah provinsi.
2. Otonomi luas kepada daerah kabupaten/Kota.
Sebagai konsekuensinya maka
kewenangan pusat menjadi dibatasi. Dengan ditetapkannya UU No. 22 tahun1999
secara legal formal menggantikan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemenrintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Perbedaan UU yang lama dan baru adalah :
1.
UU yang lama,
titik pandang kewenangannya dimulai dari pusat (central government looking).
2.
UU yang baru,
titik pandang kewenangannya dimulai dari daerah (local government looking).
3.
UU No. 22 tahun
1999 tentang Otonomi Daerah, sangatlah tepat sesuai dengan tuntutan reformasi
yang mengharapkan adanya pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya untuk semua
daerah yang pada gilirannya diharapkan dapat mewujudkan masyarakat madani
(civil society).
Kewenangan Daerah
1.
Dengan berlakunya
UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, maka daerah mempunyai kewenangan
yang lebih luas dibanding dengan UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah dan UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa.
Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam
bidang seluruh pemerintahan kecuali kewenangan dalam bidang politik luar
negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama serta
kewenangan di bidang lain.
2.
Kewenangan di
bidang lain sebagaimana dimaksud dalam point 1 meliputi : kebijakan tentang
perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan secara makro, dana
perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian
negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber
daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi
nasional.
3.
Bentuk dan susunan
pemerintahan daerah :
4.
Di daerah dibentuk
DPRD sebagai Badan Legeslatif Daerah dan Pemerintah Daerah sebagai Eksekutif Daerah.
Pemerintah Daerah terdiri atas Kepala Daerah beserta perangkat daerah lainnya.
5.
DPRD sebagai
lembaga perwakilan rakyat di daerah merupakan wahana untuk melaksanakan
demokrasi berdasarkan Pancasila. DPRD mempunyai tugas dan wewenang :
6.
Memilih Gubernur/Wakil
Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota.
7.
Memilih anggota
MPR Utusan Daerah.
8.
Mengusulkan
pengangkatan dan pemberhentian Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati
atau Walikota/Wakil walikota.
9.
Bersama dengan
Gubernur, Bupati atau Walikota membentuk Peraturan Daerah.
10.
Bersama dengan
Gubernur, Bupati atau Walikota menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah.
11.
Melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah, pelaksanakan keputusan
Gubernur, Bupati atau Walikota, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah, Kebijakan Daerah dan pelaksanaan kerjasama internasional di daerah,
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah terhadap rencana
perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah dan menampung dan
menindaklanjuti aspirasi daerah dan masyarakat.
Bentuk dan susunan pemerintah
daerah tersebut di atas merupakan perangkat penyelenggara pemerintahan di
daerah dalam rangka pembangunan daerah. Keberhasilan pembangunan daerah
tergantung, bagaimanakah pelaksanaan desentralisasi Salah satu keuntungan dari
sesntralisasi adalah pemerintah daerah lebih cepat mengambil keputusan dengan
demikian diharapkan prioritas pembangunan dan kualitas pelayanan masyarakat
dapat lebih mencerminkan kebutuhan nyata masyarakat di daerahnya.
Otonomi daerah di Indonesia
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonomi untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.”
Terdapat dua nilai dasar yang
dikembangkan dalam UUD 1945 berkenaan dengan pelaksanaan desentralisasi dan
otonomi daerah di Indonesia, yaitu:
1.
Nilai Unitaris,
yang diwujudkan dalam pandangan bahwa Indonesia tidak mempunyai kesatuan
pemerintahan lain di dalamnya yang bersifat negara (“Eenheidstaat”), yang
berarti kedaulatan yang melekat pada rakyat, bangsa dan negara Republik
Indonesia tidak akan terbagi di antara kesatuan-kesatuan pemerintahan dan
2.
Nilai dasar
Desentralisasi Teritorial, dari isi dan jiwa pasal 18 Undang-undang Dasar 1945
beserta penjelasannya sebagaimana tersebut di atas maka jelaslah bahwa
Pemerintah diwajibkan untuk melaksanakan politik desentralisasi dan
dekonsentrasi di bidang ketatanegaraan.
Dikaitkan dengan dua nilai
dasar tersebut di atas, penyelenggaraan desentralisasi di Indonesia berpusat
pada pembentukan daerah-daerah otonomi dan penyerahan/pelimpahan sebagian
kekuasaan dan kewenangan pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengatur
dan mengurus sebagian sebagian kekuasaan dan kewenangan tersebut. Adapun titik
berat pelaksanaan otonomi daerah adalah pada Daerah Tingkat II (Dati II) dengan
beberapa dasar pertimbangan :
1.
Dimensi Politik,
Dati II dipandang kurang mempunyai fanatisme kedaerahan sehingga risiko gerakan
separatisme dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim;
2.
Dimensi
Administratif, penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat
relatif dapat lebih efektif;
3.
Dati II adalah
daerah “ujung tombak” pelaksanaan pembangunan sehingga Dati II-lah yang lebih
tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya.
Atas
dasar itulah, prinsip otonomi yang dianut adalah:
1.
Nyata, otonomi
secara nyata diperlukan sesuai dengan situasi dan kondisi obyektif di daerah;
2.
Bertanggung jawab,
pemberian otonomi diselaraskan/diupayakan untuk memperlancar pembangunan di
seluruh pelosok tanah air; dan
3.
Dinamis,
pelaksanaan otonomi selalu menjadi sarana dan dorongan untuk lebih baik dan
maju
Pelaksanaan
Otonomi Daerah di Masa Orde Baru
Sejak tahun 1966, pemerintah
Orde Baru berhasil membangun suatu pemerintahan nasional yang kuat dengan
menempatkan stabilitas politik sebagai landasan untuk mempercepat pembangunan
ekonomi Indonesia. Politik yang pada masa pemerintahan Orde Lama dijadikan
panglima, digantikan dengan ekonomi sebagai panglimanya, dan mobilisasi massa
atas dasar partai secara perlahan digeser oleh birokrasi dan politik
teknokratis. Banyak prestasi dan hasil yang telah dicapai oleh pemerintahan
Orde Baru, terutama keberhasilan di bidang ekonomi yang ditopang sepenuhnya
oleh kontrol dan inisiatif program-program pembangunan dari pusat. Dalam
kerangka struktur sentralisasi kekuasaan politik dan otoritas administrasi
inilah, dibentuklah Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Pemerintahan Daerah. Mengacu pada UU ini, Otonomi Daerah adalah hak, wewenang,
dan kewajiban Daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku. Selanjutnya yang dimaksud dengan Daerah
Otonomi, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang
mempunyai batas wilayah tertentu yang berhak, berwenang dan berkewajiban
mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Undang-undang No. 5 Tahun 1974
ini juga meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum
dalam tiga prinsip:
1.
Desentralisasi,
penyerahan urusan pemerintah dari Pemerintah atau Daerah tingkat atasnya kepada
Daerah menjadi urusan rumah tangganya
2.
Dekonsentrasi,
pelimpahan wewenang dari Pemerintah atau Kepala Wilayah atau Kepala Instansi
Vertikal tingkat atasnya kepada Pejabat-pejabat di daerah dan
3.
Tugas Pembantuan
(medebewind), tugas untuk turut serta dalam melaksanakan urusan pemerintahan
yang ditugaskan kepada Pemerintah Daerah oleh Pemerintah oleh Pemerintah Daerah
atau Pemerintah Daerah tingkat atasnya dengan kewajiban mempertanggungjawabkan
kepada yang menugaskannya.
Dalam kaitannya dengan Kepala
Daerah baik untuk Dati I (Propinsi) maupun Dati II (Kabupaten/Kotamadya),
dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari
sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon
yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Menteri Dalam Negeri,
untuk masa jabatan 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu)
kali masa jabatan berikutnya, dengan hak, wewenang dan kewajiban sebagai
pimpinan pemerintah Daerah yang berkewajiban memberikan keterangan pertanggung
jawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali
setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, serta mewakili Daerahnya di dalam dan di luar
Pengadilan.
Berkaitan dengan susunan,
fungsi dan kedudukan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, diatur dalam Pasal
27, 28, dan 29 dengan hak seperti hak yang dimiliki oleh anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (hak anggaran mengajukan pertanyaan bagi masing-masing
Anggota, meminta keterangan, mengadakan perubahan, mengajukan pernyataan
pendapat, prakarsa, dan penyelidikan), dan kewajiban seperti :
1945.
Mempertahankan,
mengamankan serta mengamalkan PANCASILA dan UUD 1945.
1946.
Menjunjung tinggi
dan melaksanakan secara konsekuen Garis-garis Besar Haluan Negara,
Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat serta mentaati segala
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
1947.
Bersama-sama
Kepala Daerah menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah dan
peraturan-peraturan Daerah untuk kepentingan Daerah dalam batas-batas wewenang
yang diserahkan kepada Daerah atau untuk melaksanakan peraturan
perundangundangan yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Daerah dan
1948.
Memperhatikan
aspirasi dan memajukan tingkat kehidupan rakyat dengan berpegang pada program
pembangunan Pemerintah.
Dari dua bagian tersebut di
atas, meskipun harus diakui bahwa UU No. 5 Tahun 1974 adalah suatu komitmen
politik, namun dalam prakteknya yang terjadi adalah sentralisasi (baca: kontrol
dari pusat) yang dominan dalam perencanaan maupun implementasi pembangunan
Indonesia. Salah satu fenomena paling menonjol dari pelaksanaan UU No. 5 Tahun
1974 ini adalah ketergantungan Pemda yang relatif tinggi terhadap pemerintah
pusat.
Pelaksanaan Otonomi Daerah
setelah Masa Orde Baru
Upaya serius untuk melakukan
desentralisasi di Indonesia pada masa reformasi dimulai di tengah-tengah krisis
yang melanda Asia dan bertepatan dengan proses pergantian rezim (dari rezim
otoritarian ke rezim yang lebih demokratis). Pemerintahan Habibie yang
memerintah setelah jatuhnya rezim Suharto harus menghadapi tantangan untuk
mempertahankan integritas nasional dan dihadapkan pada beberapa pilihan yaitu :
1.
Melakukan pembagian
kekuasaan dengan pemerintah daerah, yang berarti mengurangi peran pemerintah
pusat dan memberikan otonomi kepada daerah
2.
Pembentukan negara
federal atau
3.
Membuat pemerintah
provinsi sebagai agen murni pemerintah pusat.
Pada masa ini, pemerintahan
Habibie memberlakukan dasar hukum desentralisasi yang baru untuk menggantikan
Undang-Undang No. 5 Tahun 1974, yaitu dengan memberlakukan Undang-Undang No. 22
Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beberapa hal
yang mendasar mengenai otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah yang sangat berbeda dengan prinsip undang-undang
sebelumnya antara lain :
Dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun
1974 pelaksanaan otonomi daerah lebih mengedepankan otonomi daerah sebagai
kewajiban daripada hak, sedang dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999
menekankan arti penting kewenangan daerah dalam mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat melalui prakarsanya sendiri.
Prinsip yang menekankan asas
desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi seperti yang
selama ini diatur dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tidak dipergunakan
lagi, karena kepada daerah otonom diberikan otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Hal ini secara proporsional diwujudkan dengan pengaturan,
pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta
perimbangan keuangan pusat dan daerah. Di samping itu, otonomi daerah juga
dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi yang juga memperhatikan
keanekaragaman daerah.
Beberapa hal yang sangat
mendasar dalam penyelenggaraan otonomi daerah dalam Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999, adalah pentingnya pemberdayaan masyarakat, menumbuhkan prakarsa dan
kreativitas mereka secara aktif, serta meningkatkan peran dan fungsi Badan
Perwakilan Rakyat Daerah. Oleh karena itu, dalam Undang-undang ini otonomi
daerah diletakkan secara utuh pada daerah otonom yang lebih dekat dengan
masyarakat, yaitu daerah yang selama ini berkedudukan sebagai Daerah Tingkat
II, yang dalam Undang-undang ini disebut Daerah Kabupaten dan Daerah Kota.
Sistem otonomi yang dianut
dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah otonomi yang luas, nyata dan
bertanggung jawab, dimana semua kewenangan pemerintah, kecuali bidang politik
luar negeri, hankam, peradilan, moneter dan fiskal serta agama dan bidang-
bidang tertentu diserahkan kepada daerah secara utuh, bulat dan menyeluruh,
yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
Daerah otonom mempunyai kewenangan
dan kebebasan untuk membentuk dan melaksanakan kebijakan menurut prakarsa dan
aspirasi masyarakat. Sedang yang selama ini disebut Daerah Tingkat I atau yang
setingkat, diganti menjadi daerah propinsi dengan kedudukan sebagai daerah
otonom yang sekaligus wilayah administrasi, yaitu wilayah kerja Gubernur dalam
melaksanakan fungsi-fungsi kewenangan pusat yang didelegasikan kepadanya.
Kabupaten dan Kota sepenuhnya
menggunakan asas desentralisasi atau otonom. Dalam hubungan ini, kecamatan
tidak lagi berfungsi sebagai peringkat dekonsentrasi dan wilayah administrasi,
tetapi menjadi perangkat daerah kabupaten/kota. Mengenai asas tugas pembantuan
dapat diselenggarakan di daerah propinsi, kabupaten, kota dan desa. Pengaturan
mengenai penyelenggaraan pemerintahan desa sepenuhnya diserahkan pada daerah
masing-masing dengan mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah.
Wilayah Propinsi meliputi
wilayah laut sepanjang 12 mil dihitung secara lurus dari garis pangkal pantai,
sedang wilayah Kabupaten/Kota yang berkenaan dengan wilayah laut sebatas 1/3
wilayah laut propinsi.
Pemerintah Daerah terdiri dari
Kepala Daerah dan perangkat daerah lainnya sedang DPRD bukan unsur pemerintah
daerah. DPRD mempunyai fungsi pengawasan, anggaran dan legislasi daerah. Kepala
daerah dipilih dan bertanggung jawab kepada DPRD. Gubernur selaku kepala
wilayah administratif bertanggung jawab kepada Presiden.
Peraturan Daerah ditetapkan
oleh Kepala Daerah dengan persetujuan DPRD sesuai pedoman yang ditetapkan
Pemerintah, dan tidak perlu disahkan oleh pejabat yang berwenang.
Daerah dibentuk berdasarkan
pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik,
jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangannya lain yang memungkinkan
terselenggaranya otonomi daerah, daerah, daerah yang tidak mampu
menyelenggarakan otonomi daerah dapat dihapus dan atau digabung dengan daerah
lain. Daerah dapat dimekarkan menjadi lebih dari satu daerah, yang ditetapkan
dengan undang-undang.
Setiap daerah hanya dapat
memiliki seorang wakil kepala daerah, dan dipilih bersama pemilihan kepala
daerah dalam satu paket pemilihan oleh DPRD.
Daerah diberi kewenangan untuk
melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun,
pendidikan dan pelatihan pegawai sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan daerah,
berdasarkan nama, standar, prosedur yang ditetapkan pemerintah.
Kepada Kabupaten dan Kota
diberikan otonomi yang luas, sedang pada propinsi otonomi yang terbatas.
Kewenangan yang ada pada propinsi adalah otonomi yang bersifat lintas Kabupaten
dan Kota, yakni serangkaian kewenangan yang tidak efektif dan efisien kalau
diselenggarakan dengan pola kerjasama antar Kabupaten atau Kota. Misalnya
kewenangan di bidang perhubungan, pekerjaan umum, kehutanan dan perkebunan dan
kewenangan bidang pemerintahan tertentu lainnya dalam skala propinsi termasuk
berbagai kewenangan yang belum mampu ditangani Kabupaten dan Kota.
Pengelolaan kawasan perkotaan
di luar daerah kota dapat dilakukan dengan cara membentuk badan pengelola
tersendiri, baik secara intern oleh pemerintah Kabupaten sendiri maupun melalui
berkerjasama antar daerah atau dengan pihak ketiga. Selain DPRD, daerah juga memiliki
kelembagaan lingkup pemerintah daerah, yang terdiri dari Kepala Daerah,
Sekretariat Daerah, Dinas-Dinas Teknis Daerah, Lembaga Staf Teknis Daerah,
seperti yang menangani perencanaan, penelitian dan pengembangan, pendidikan dan
latihan, pengawasan dan badan usaha milik daerah. Besaran dan pembentukan
lembaga-lembaga itu sepenuhnya diserahkan pada daerah. Lembaga pembantu
Gubernur, Pembantu Bupati/Walikota, Asisten Sekwilda, Kantor Wilayah dan Kandep
dihapus.
Kepala Daerah sepenuhnya
bertanggung jawab kepada DPRD, dan DPRD dapat meminta Kepala Daerahnya berhenti
apabila pertanggungjawaban Kepala daerah setelah 2 (dua) kali tidak dapat
diterima oleh DPRD.
B.
IMPLEMENTASI
POLSTRANAS
Implementasi politik strategi nasional di
bidang hukum:
1.
Mengembangkan
budaya hukum di semua lapisan masyarakat untuk terciptanya kesadaran dan kepatuhan hukum dalam kerangka
supremasi hukum dan tegaknya negara hukum.
2.
Menata sistem
hukum nasional yang menyeluruh dan terpadu dengan mengakui dan menghormati
hukum agama dan hukum adat serta memperbaharui perundang–undangan warisan
kolonial dan hukum nasional yang diskriminatif, termasuk ketidakadilan gender
dan ketidaksesuaianya dengan reformasi melalui program legalisasi.
3.
Menegakkan hukum
secara konsisten untuk lebih menjamin kepastian hukum, keadilan dan kebenaran,
supremasi hukum, serta menghargai hak asasi manusia.
4.
Melanjutkan
ratifikasi konvensi internasional terutama yang berkaitan dengan hak asasi
manusia sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan bangsa dalam bentuk
undang–undang.
5.
Meningkatkan
integritas moral dan keprofesionalan aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian
Negara Republik Indonesia, untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat dengan
meningkatkan kesejahteraan, dukungan sarana dan prasarana hukum, pendidikan,
serta pengawasan yang efektif.
6.
Mewujudkan lembaga
peradilan yang mandiri dan bebas dari pengaruh penguasa dan pihak manapun.
Implementasi
politik srategi nasional di bidang pertahanan dan keamanan.
1.
Menata Tentara
Nasional Indonesia sesuai paradigma baru secara konsisten melalui reposisi,
redefinisi, dan reaktualisasi peran Tentara Nasional Indonesia sebagai alat
negara untuk melindungi, memelihara dan mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia terhadap ancaman dari luar dan dalam negeri, dengan
menjunjung tinggi hak asasi manusia dan memberikan darma baktinya dalam
membantu menyelenggarakan pembangunan.
2.
Mengembangkan
kemampuan sistem pertahanan keamanan rakyat semesta yang bertumpu pada kekuatan
rakyat dengan Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Repuiblik Indonesia
sebagai kekuatan utama didukung komponen lainnya dari kekuatan pertahanan dan
keamanan negara dengan meningkatkan kesadaran bela negara melalui wajib latih dan
membangun kondisi juang, serta mewujudkan kebersamaan Tentara Nasional
Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia dan rakyat.
Implementasi
politik strategi nasional di bidang politik
Dalam Negeri :
1.
Meningkatkan
kemandirian partai politik terutama dalam memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan rakyat serta mengembangkan fungsi pengawasan secara efektif
terhadap kineja lembaga–lembaga negara dan meningkatkan efektivitas, fungsi dan
partisipasi organisasi kemasyarakatan, kelompok profesi dan lembaga swadaya
masyarakat dalam kehidupan bernegara.
2.
Meningkatkan
pendidikan politik secara intensif dan komprehensif kepada masyarakat untuk
mengembangkan budaya politik yaitu demokratis, menghormati keberagaman
aspirasi, dan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3.
Memasyarakatan dan
menerapkan prinsip persamaan dan anti diskriminatif dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
4.
Menyelenggarakan
pemilihan umum secara lebih berkualitas dengan partisipasi rakyat
seluas–luasnya atas dasar prinsip demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia,
jujur, adil, dan beradab yang dilaksanakan oleh badan penyelenggara independen
dan nonpartisan selambat–lambatnya pada tahun 2004.
5.
Membangun bangsa
dan watak bangsa (nation and character building) menuju bangsa dan masyarakat
Indonesia yang maju, bersatu, rukun, damai, demokratis, dinamis, toleran,
sejahtera, adil dan makmur.
6.
Menindak lanjuti
paradigma Tentara Nasional Indonesia dengan menegaskan secara konsisten
reposisi dan redefinisi Tentara Nasional Indonesia sebagai alat negara dengan
mengoreksi peran politik Tentara Nasional Indonesia dalam bernegara.
Keikutsertaan Tentara Nasional Indonesia dalam merumuskan kebijaksanaan
nasional dilakukan melalui lembaga tertinggi negara Majelis Permusyawaratan
Negara.
Hubungan Luar Negeri
1.
Menegaskan arah
politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan berorientasi pada
kepentingan nasional.
2.
Dalam melakukan
perjanjian dan kerjasama internasional harus dengan persetujuan lembaga
perwakilan rakyat.
3.
Meningkatkan
kesiapan Indonesia dalam segala bidang untuk menghadapi perdagangan bebas.
4.
Memperluas
perjanjian ekstradisi dengan negara-negara sahabat serta memperlancar prosedur
diplomatik.
5.
Meningkatkan
kerjasama dalam segala bidang dengan negara tetangga yang berbatasan langsung
dan kerjasama kawasan ASEAN.
Implemetasi
politik strategi nasional di bidang ekonomi.
1.
Meningkatkan
kuantitas dan kualitas penempatan tenaga kerja ke luar negeri dengan
memperhatikan kompetensi, perlindungan dan pembelaan tenaga yang dikelola
secara terpadu dan mencegah timbulnya eksploitasi tenaga kerja.
2.
Meningkatkan
penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi bangsa
sendiri dalam dunia usaha, terutama uasaha kecil, menengah dan koperasi guna
meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya local.
3.
Melakukan berbagai
upaya terpadu untuk mempercepat proses pengentasan masyarakat dari kemiskinan
dan mengurangi pengangguran, yang merupakan dampak krisis ekonomi.
4.
Mempercepat
penyelamatan dan pemulihan ekonomi guna membangkitkan sektor riil terutama
pengusaha kecil, menengah dan koperasi melalui upaya pengendalian laju inflasi,
stabilitas kurs rupiah pada tingkat yang realistis, dan suku bunga yang wajar
serta didukung oleh tersedianya likuiditas sesuai dengan kebutuhan.
5.
Menyehatkan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dengan mengurangi defisit anggaran
melalui peningkatan disiplin anggaran, pengurangan susidi dan pinjaman luar
negeri secara bertahap, peningkatan penerimaan pajak progresif yang adil dan
jujur , serta penghematan pengeluaran.
6.
Mempercepat
rekapitulasi sektor perbankan dan restrukturisasi utang swasta secara
transparan agar perbankan nasional dan perusahaan swasta menjadi sehat,
terpercaya, adil,dan efisien dalam melayani masyarakat dan kegiatan
perekonomian.
7.
Melaksanakan
restrukturisasi aset negara, terutama aset yang berasal dari likuidasi
perbankan dan perusahaan, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan produktivitas
secara transparan dan pelaksanaannya dikonsultasikan dengan Dewan Perwakilan
Rakyat, Pengelolaan aset negara diatur dengan undang–undang.
8.
Melakukan
renegoisasi dan mempercepat restrukturisasi utang luar negeri bersama–sama
dengan Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, Lembaga Keuangan Internasional
lainnya, dan negara donor dengan memperhatikan kemampuan bangsa dan negara,
yang pelaksanaanya dilakukan secara transparan dan dikonsultasikan dengan Dewan
Perwakilan Rakyat.
Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Pembangunan Nasional
Garis-Garis Besar
Haluan Negara sebagai arah penyelenggaraan negara dan segenap rakyat Indonesia,
kaidah pelaksanaannya sbb:
1.
Presiden
menjalankan tugas penyelenggaraan negara, berkewajiban untuk mengerahkan semua
potensi dan kekuatan pemerintahan dalam melaksanakan dan mengendalikan
pembangunan nasional.
2.
DPR, MA, BPK, dan
DPA berkewajiban melaksanakan GBHN sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya
berdasarkan UUD 1945.
3.
Semua lembaga
tinggi negara berkewajiban menyampaikan laporan pelaksanaan GBHN dalam siding
Tahunan MPR, sesuai dengan fungsi, tugas, dan wewenangnya berdasarkan UUD 1945.
4.
GBHN dalam
pelaksanaan dituangkan dalam Program Pembangunan Negara Lima Tahun yang memuat
uraian kebijakan secara rinci dan terstruktur yang secara yuridis
ditetapkan oleh Presiden bersama DPR.
5.
PROPENAS dirinci
dalam Rencana Pembangunan Tahunan yang memuat APBN dan ditetapkan Presiden
bersama DPR.
Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Penyelenggaraan Negara
1.
Membersihkan
penyelenggaraan negara dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme dengan
memberikan sanksi seberat-beratnya.
2.
Melakukan
pemeriksaan terhadap kekayaan pejabat negara dan pejabat pemerintah sebelum dan
sesudah memangku jabatan.
3.
Meningkatkan
fungsi dan keprofesionalan birokasi dalam melayani masyarakat dalam mengelola
kekayaan negara secara transparan.
4.
Meningkatkan
kesejahteraan pegawai negeri dan Tentara Nasional Indonesia/Kepolisian Republik
Indonesia.
5.
Memantapkan
netralisasi politik pegawai negeri dengan menghargai hak-hak politiknya.
Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Komunikasi, Informasi, dan Media Masa
1.
Meningkatkan
pemanfaatan peran komunikasi melalui media massa modern dan media tradisional.
2.
Meningkatkan
kualitas komunikasi di berbagai bidang melalui penguasaan dan penenapan
teknologi informasi dan komunikasi.
3.
Meningkatkan peran
pers yang bebas sejalan dengan peningkatan kualitas dan kesejahteraan insan
pers.
4.
Membangun jaringan
informasi dan komunikasi antara pusat dan daerah serta antar daerah secara
timbal balik.
5.
Memperkuat
kelembagaan, sumber daya manusia, sarana dan prasarana penerangan khususnya di
luar negeri.
Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Agama
1.
Memantapkan
fungsi, peran,dan kedudukan agama sebagai landasan moral, spiritual, dan etika
dalam penyelenggaraan negara.
2.
Meningkatkan
kualitas pendidikan agama melalui penyempurnaan sistem pendidikan agama.
3.
Meningkatkan dan
memantapkan kerukunan hidup antarumat beragama sehingga tercipta suasan yang
harmonis.
4.
Meningkatkan
kemudahan umat beragama dalam menjalankan ibadahnya.
5.
meningkatkan peran
dan fungsi lembaga-lembaga keagamaan dalam ikut mengatasi perubahan yang
terjadi dalam semua aspek kehidupan.
Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Pendidikan
1.
Mengupayakan
perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu bagi
seluruh rakyat Indonesia.
2.
Melakukan
pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum.
3.
Memberdayakan
lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan
nilai, sikap, dan kemampuan.
4.
Meningkatkan
kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun
pemerintah.
5.
Mengembangkan
kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah,terpadu, dan
menyeluruh.
Implemetasi
politik strategi nasional di bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup
1.
Mengelola sumber
daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat.
2.
Meningkatkan
pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungnan hidup dengan melakukan
konservasi, rehabilitasi dan penghematan penggunaan.
3.
Mendelegasikan
secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka
pengelolaan sumber daya alam.
4.
Mendayagunakan
sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
5.
Menerapkan
indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian kemampuan keterbaharuan dalam
pengelolaan sumber daya alam.
C. KEBERHASILAN
POLSTRANAS
Penyelenggaraan
pemerintah/Negara dan setiap warga negara Indonesia/ masyarakat harus memiliki
:
1.
Keimanan dan
ketakwaan kepada Tuhan YME sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual,
moral, dan etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.
Semangat
kekeluargaan yang berisikan kebersamaan, kegotong-royongan, kesatuan dan
persatuan melalui musyawarah untuk mencapai mufakat guna kepentingan nasional.
3.
Percaya diri pada
kemampuan dan kekuatan sendiri serta bersendikan kepada kepribadian bangsa,
sehingga mampu menatap masa depan yang lebih baik.
4.
Kesadaran, patuh
dan taat pada hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran sehingga
pemerintah/negara diwajibkan menegakkan dan menjamin kepastian hukum
5.
Pengendalian diri
sehingga terjadi keseimbangan, keserasian dan keselarasan dalam perikehidupan
antara berbagai kepentingan.
6.
Mental, jiwa,
tekad, dan semangat pengabdian, disiplin, dan etos kerja yang tinggi serta
mengutamakan kepentingan bangsa dan negara.
7.
IPTEK, dengan
memperhatikan nilai-nilai agama dan nilai-nilai luhur budaya bangsa sehingga
memiliki daya saing dan dapat berbicara dipercaturan global.
Apabila
penyelenggara dan setiap WNI/masyarakat memiliki tujuh unsur tersebut, maka
keberhasilan Polstranas terwujud dalam rangka mencapai cita-cita dan tujuan
nasional melalui perjuangan non fisik sesuai tugas dan profesi masing-masing.
Dengan demikian diperlukan kesadaran bela negara dalam rangka mempertahankan
tetap utuh dan tegapnya NKRI.
D.
MASYARAKAT
MADANI
Pengertian
Masyarakat Madani
Masyarakat madani dikenal pula dengan istilah civil
society. Banyak ilmuwan yang memberikan pengertian tentang civil society atau
masyarakat madani. Beberapa ilmuwan tersebut sebagai berikut.
W.J.S. Poerwadarminto
Menurut W.J.S. Poerwadarminto, kata masyarakat
berarti suatu pergaulan hidup manusia, sehimpunan orang yang hidup bersama
dalam suatu tempat dengan ikatan dan aturan yang tertentu. Sedangkan kata
madani berasal dari bahasa Arab yaitu madinah, yang artinya kota. Dengan
demikian masyarakat madani secara etimologis berarti masyarakat kota. Meskipun
demikian, istilah kota tidak merujuk semata-mata kepada letak geografi s,
tetapi justru kepada karakter atau sifat-sifat tertentu yang cocok untuk
penduduk sebuah kota. Dari sini kita paham bahwa masyarakat madani tidak asal
masyarakat yang berada di perkotaan, tetapi yang lebih penting adalah memiliki
sifat-sifat yang cocok dengan orang kota, yaitu yang berperadaban.
Rumusan PBB
Menurut rumusan PBB, masyarakat madani adalah
masyarakat yang demokratis dan menghargai human dignity atau hak-hak tanggung
jawab manusia. Adapun dalam frasa bahasa Latin, masyarakat madani merupakan
padanan frasa civillis societies. Artinya adalah suatu masyarakat yang
didasarkan pada hukum dan hidup beradab. Dalam bahasa Inggris, masyarakat
madani dikenal dengan istilah civil society. Artinya adalah masyarakat yang
menjunjung tinggi nilai-nilai peradaban.
Muhammad A.S. Hikam
Menurut Muhammad A.S. Hikam, masyarakat madani
adalah wilayah-wilayah kehidupan sosial yang terorganisasi dan bercirikan
antara lain kesukarelaan, keswasembadaan dan keswadayaan, kemandirian yang
tinggi terhadap negara, dan keterikatan dengan norma serta nilai-nilai hukum
yang diikuti warganya.
Thomas Paine
Menurut Thomas Paine masyarakat madani adalah suatu
ruang tempat warga dapat mengembangkan kepribadiannya dan memberi peluang bagi
pemuasan kepentingan secara bebas dan tanpa paksaan.
Nurcholis Madjid
Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat madani adalah
masyarakat yang merujuk pada masyarakat Islam yang pernah dibangun Nabi
Muhammad saw. di negeri Madinah. Masyarakat sebagai kota atau masyarakat yang
berkeadaban dengan ciri antara lain egalitarianisme, menghargai prestasi,
keterbukaan, penegakan hukum dan keadilan, toleransi dan pluralisme, serta
musyawarah.
Gellner
Menurut Gellner (1995: 23), masyarakat madani
merupakan sekelompok institusi/ lembaga dan asosiasi yang cukup kuat untuk
mencegah tirani politik, baik oleh negara maupun komunal/komunitas. Ciri lainya
yang menonjol adalah adanya kebebasan individu di dalamnya, di mana sebagai
sebuah asosiasi dan institusi, ia dapat dimasuki serta ditinggalkan oleh
individu dengan bebas.
Anwar Ibrahim
Masyarakat madani adalah masyarakat ideal yang
memiliki peradaban maju dan sistem sosial yang subur yang diasaskan kepada
prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan dengan
kestabilan masyarakat, yaitu masyarakat yang cenderung memiliki usaha serta
inisiatif individu baik dari segi pemikiran seni, pelaksanaan pemerintahan
untuk mengikuti undang-undang bukan nafsu, demi terlaksananya sistem yang
transparan.
Nurcholish Madjid
Masyarakat madani adalah suatu tatanan
kemasyarakatan yang mengedepankan toleransi, demokrasi, dan berkeadaban serta
menghargai akan adanya pluralisme (kemajemukan).
Dari beberapa defi nisi di atas, dapat dirangkum
bahwa masyarakat madani adalah sebuah kelompok atau tatanan masyarakat yang
berdiri secara mandiri di hadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik
dalam mengemukakan pendapat, dan memiliki lembagalembaga yang mandiri dapat
menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.
Ciri-ciri
Masyarakat Madani
Masyarakat madani atau yang disebut orang barat
civil society mempunyai prinsip pokok pluralisme, toleransi, dan hak asasi
(human right), termasuk di dalamnya adalah demokrasi. Bagi bangsa Indonesia,
masyarakat madani menjadi suatu cita-cita bagi negara. Sebagai bangsa yang
pluralis dan majemuk, model masyarakat madani merupakan tipe ideal suatu
masyarakat Indonesia demi terciptanya integritas sosial bahkan integritas
nasional.
Menurut Bahmueller, terdapat beberapa karakteristik
masyarakat madani, di antaranya:
·
Terintegrasinya individu-individu dan
kelompok-kelompok eksklusif ke dalam masyarakat melalui kontrak sosial dan
aliansi sosial.
·
Menyebarnya kekuasaan sehingga
kepentingan-kepentingan yang mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh
kekuatan-kekuatan alternatif.
·
Dilengkapinya program-program
pembangunan yang didominasi oleh negara dengan program-program pembangunan yang
berbasis masyarakat.
·
Terjembataninya kepentingan-kepentingan
individu dan negara karena keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu
memberikan masukan-masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
·
Tumbuh kembangnya kreativitas yang pada
mulanya terhambat oleh rezim-rezim totaliter.
·
Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan
kepercayaan (trust) sehingga individu-individu mengakui keterkaitannya dengan
orang lain dan tidak mementingkan diri sendiri.
·
Adanya pembebasan masyarakat melalui
kegiatan lembaga-lembaga sosial dengan berbagai ragam perspektif.
Syarat
Masyarakat Madani
Terdapat beberapa prasyarat yang harus dipenuhi
untuk menjadi masyarakat madani, yakni adanya democratic governance
(pemerintahan demokratis yang dipilih dan berkuasa secara demokratis) dan
democratic civilian (masyarakat sipil yang sanggup menjunjung nilai-nilai
keamanan sipil (civil security), tanggung jawab sipil (civil responsibility),
dan ketahanan sipil (civil resilience). Apabila diurai, dua kriteria tersebut
menjadi tujuah prasyarat masyarakat madani, yaitu:
·
Terpenuhinya kebutuhan dasar individu,
keluarga, dan kelompok dalam masyarakat.
·
Berkembangnya modal manusia (human
capital) dan modal sosial (social capital) yang kondusif bagi terbentuknya
kemampuan melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan terjalinya kepercayaan dan
relasi sosial antarkelompok.
·
Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai
bidang pembangunan atau dengan kata lain terbukanya akses terhadap berbagai
pelayanan sosial.
·
Adanya hak, kemampuan, dan kesempatan
bagi masyarakat dan lembaga-lembaga swadaya untuk terlibat dalam berbagai
forum, sehingga isu-isu kepentingan bersama dan kebijakan publik dapat
dikembangkan.
·
Adanya persatuan antarkelompok dalam
masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antarbudaya dan
kepercayaan.
·
Terselenggaranya sistem pemerintahan
yang memungkinkan lembaga-lembaga ekonomi, hukum, dan sosial berjalan secara
produktif dan berkeadilan sosial.
·
Adanya jaminan, kepastian, dan
kepercayaan antara jaringan-jaringan kemasyarakatan yang memungkinkan
terjalinnya hubungan dan komunikasi antarmasyarakat secara teratur, terbuka,
dan terpercaya.
SUMBER
: