Pengawasan OJK Terhadap Koperasi
Otoritas
Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan UU Nomor 21
Tahun 2011 yang berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan
yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
OJK adalah lembaga yang independen dan bebas dari campur tangan pihak lain,
yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan,
dan penyidikan. OJK didirikan untuk menggantikan peran Bapepam-LK dalam
pengaturan dan pengawasan pasar modal dan lembaga keuangan, dan menggantikan
peran Bank Indonesia dalam pengaturan dan pengawasan bank, serta untuk
melindungi konsumen industri jasa keuangan.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengakui hingga kini koperasi belum termasuk dalam lembaga keuangan non bank
yang diawasi dan diatur oleh lembaga tersebut. Kepala Bagian Informasi OJK, Eko
Ariantoro berkata "Kemungkinan pada tahun 2015, ketika lembaga keuangan
nonbank berupa lembaga keuangan pembiayaan, masuk dalam pengawasan OJK,"
Ia mengakui, hingga kini koperasi tidak menjadi bagian yang diawasi oleh OJK
meski koperasi terus tumbuh dan berkembang di Indonesia termasuk di Kalbar,
salah satunya credit union (CU).
Menurut Kepala Bagian
Informasi OJK, Eko Ariantoro, kondisi saat ini koperasi simpan pinjam misalnya
tidak hanya melibatkan kalangan anggota. Terjadi perubahan-perubahan di dalam
koperasi, sehingga terus tumbuh dan asetnya bertambah. Namun, pihaknya juga
ingin melindungi konsumen terhadap semakin beragamnya produk jasa dan keuangan
di Indonesia. Tetapi, kalau koperasi ikut memungut dana pihak ketiga, kemudian
menyalurkan ke pihak ketiga, sepatutnya juga diawasi dan dibutuhkan pengawasan
yang terintegrasi oleh OJK.
·
Tujuan
OJK
OJK dibentuk dengan tujuan
agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:
1.
terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan
akuntabel;
2.
mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil; dan
3.
mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat.
·
Tugas
dan Wewenang OJK
OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap:
1.
kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan;
2.
kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal; dan
3.
kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian,
dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
Untuk melaksanakan
tugas pengaturan, OJK mempunyai wewenang:
1.
menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini;
2.
menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor
jasa keuangan;
3.
menetapkan peraturan dan keputusan OJK;
4.
menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor
jasa keuangan;
5.
menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas
OJK;
6.
menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan
perintah tertulis terhadap Lembaga Jasa Keuangan dan pihak tertentu;
7.
menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan
pengelola statuter pada Lembaga Jasa Keuangan;
8.
menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur,
serta mengelola, memelihara, dan menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan
9.
menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan
sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan.
Untuk melaksanakan
tugas pengawasan, OJK mempunyai wewenang:
1.
menetapkan kebijakan operasional pengawasan
terhadap kegiatan jasa keuangan;
2.
mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang
dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif;
3.
melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan,
perlindungan Konsumen, dan tindakan lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan,
pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan;
4.
memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa
Keuangan dan/atau pihak tertentu;
5.
melakukan penunjukan pengelola statuter;
6.
menetapkan penggunaan pengelola statuter;
7.
menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang
melakukan pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa
keuangan; dan
8.
memberikan dan/atau mencabut:
1.
izin usaha;
2.
izin orang perseorangan;
3.
efektifnya pernyataan pendaftaran;
4.
surat tanda terdaftar;
5.
persetujuan melakukan kegiatan usaha;
6.
pengesahan;
7.
persetujuan atau penetapan pembubaran; dan
8.
penetapan lain, sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan.